Mengauli Istri saat haid dan Jika telanjur suami menggauli istri saat haid

Mengauli Istri saat haid dan Jika telanjur suami menggauli istri saat haid

Mengauli Istri saat haid dan Jika telanjur suami menggauli istri saat haid apa yang harus kita lakukan? Islam adalah agama yang sempurna. Sempurna syariat-Nya, yang lahir maupun batin. Sempurna dalam hal ushul (pokok-pokok aqidah) maupun yang furu’ (cabang-cabang amaliyah). Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu” (QS. Al-Maidah: 3)

Diantara kesempurnaan Islam adalah, adanya aturan dan hukum-hukum bagi wanita yang sedang haid.

Menggauli Istri Sedang Haid, Bagaimana?

Allah Ta’ala berfirman :

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid.Katakanlah,’Haid itu adalah suatu kotoran’.Oleh karena itu hendaklah engkau menjauhkan diri dari wanita di waktu haid,dan janganlah kamu mendekati mereka,sampai mereka suci.Apabila mereka telah suci,maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu” (QS. A-Baqarah: 222)

Allah subhaanahu wa ta’ala mengabarkan tentang pertanyaan para sahabat mengenai haid. Apakah ketika sedang haid, kondisinya sama seperti sebelum ia haid? Ataukah haruskah dijauhi secara mutlak sebagaimana yang dilakukan kaum Yahudi?

Allah ‘azza wa jalla menjelaskan bahwa haid adalah kotoran. Tentu merupakan suatu hikmah Allah melarang seorang suami menggauli istrinya ketika haid.Karena itu Allah berfirman:

فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ

”Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid,”

artinya, menjauhi tempat keluarnya haid, yaitu jangan melakukan jima’ di kemaluan. Perbuatan ini hukumnya haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan ulama).

Perintah untuk ”menjauhi tempat haid” menunjukkan bahwa bercumbu dengan istri yang haid, menyentuhnya tanpa berjima’ pada kemaluannya, hukumnya diperbolehkan.

Larangan ini menunjukkan, seorang suami hendaknya tidak mencumbu bagian yang dekat dengan kemaluan, yaitu daerah antara pusar dan lutut. Dan inilah yang dituntunkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika istri beliau sedang haid. Bila beliau akan mencumbu istrinya ketika sedang haid, beliau memerintahkan kepadanya untuk memakai kain lalu beliau mencumbuinya.

Syarat Halal Jima’ Pasca Haid

Syarat kehalalan jima’ setelah haid ada dua :
  1. darah haid telah berhenti,
  2. mandi suci dari haid (mandi besar). 
Allah Ta’ala memberikan batasan,

وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ

”Dan janganlah kamu mendekati istrimu, sebelum mereka suci,”

Batasan waktu menjauhi dan tidak mendekati istri yang sedang haid adalah “sampai mereka suci” artinya, darah haid telah berhenti.

Ketika darahnya berhenti, hilang syarat pertama, sehingga tersisa syarat kedua sebagaimana Allah ‘azza wa jalla jelaskan pada kelanjutan ayat tersebut,

فَإِذَا تَطَهَّرْنَ

“Apabila mereka telah bersuci,”

maksudnya mereka telah mandi

فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ

“maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu,” yaitu pada kemaluan depan dan bukan dubur karena itulah tempatnya bersenggama.

Jika telanjur suami menggauli istri saat haid

Mengenai kotornya perbuatan menggauli istri saat haid itu disebutkan dalam sabda saw :

" من أتى حائضا أو امرأة في دبرها فقد كفر بما أنزل على محمد"

“Barangsiapa menggauli istri ( yang sedang) haid atau menggauli diduburnya atau mendatangi dukun maka ia telah kufur ( mengingkari ) dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad” ( HR Al Tirmidzi dari Abu Hurairah,:1/243; dalam shahihul jami’ hadits No : 5918)

Tetapi orang yang melakukannya dengan tanpa disengaja serta tidak mengetahui kondisi sang istri maka ia tidak berdosa. Berbeda jika ia melakukannya dengan sengaja serta mengetahui kondisi sang istri maka wajib baginya membayar kaffarat, menurut sebagian ulama yang menganggap shahih hadits tentang kaffarat. Yakni dengan membayar satu dinar atau setengahnya.

Dalam penerapan kafarat ini, para ulama juga berbeda pendapat, sebagian berkata, ia boleh memilih antara keduanya (satu atau setengah dinar). Sebagian lain berpendapat, jika ia menggauli di awal haid (ketika darah haid masih banyak keluar) maka ia membayar satu dinar, dan jika ia menggaulinya di akhir haid saat darah haid tinggal sedikit atau sebelum mandi dari haid maka ia membayar setengah dinar.

Menurut ukuran umum, satu dinar adalah 4,25 gram emas, orang yang bersangkutan boleh bersedekah dengannya atau dengan uang yang senilai dengannya, adapun boleh memilih antara membayar kaffarat satu dinar atau setengahnya. Baik di awal haid atau di akhirnya. Adapun dinar adalah senilai 4/6 junaih Saudi, sebab satu junaih Saudi sama dendan 1, ¾ dinar, Bin Baz.

baca juga :
 Semoga bermanfaat dan bisa diambil Hikmahnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam artikel ini … Itu hanyalah dari kami … dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan …

Silahkan DI SHARE jika menurut sahabat artikel Mengauli Istri saat haid dan Jika telanjur suami menggauli istri saat haid ini bermanfaat ….  
Previous
Next Post »