Sabar dan ikhlas di rangkum menurut al-quran dan hadits, Seluruh
kata yang terdapat dalam kamus Islam, jika maknanya diambil dari
al-Qur`an maka kita akan bisa memahami makna tersebut secara mendalam,
yang dapat membantu kita dalam memahami Islam pada seluruh aspeknya,
karena al-Qur`an adalah ajaran Islam itu sendiri.
Kata ikhlas -dalam tinjauan etimonologi- banyak sekali terdapat dalam al-Qur`an, di antaranya:
Khaalish, yaitu bersih dan tidak dicampuri noda apapun. Seperti dalam firman Allah, “Ingatlah, hanya kepunyaaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 3)
Khalashuu, yaitu memproteksi diri. Seperti dalam firman Allah, “Maka tatkala mereka berputus asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik.” (QS. Yûsuf [12]: 80)
Khaalishah, yaitu khusus untukmu, sebagaimana dalam firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.” (QS. Shâd [38]: 46)
Mukhlishan, yaitu orang yang ikhlas memperjuangkan agamanya hanya untuk Allah semata, dan tidak ada cela sedikit pun. Kadangkala kata mukhlishan dipadukan dengan kata mukhlishin. Seperti dalam firman Allah, “Katakanlah, ‘Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.’” (QS. Az-Zumar [39]: 14);
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.’” (QS. Az-Zumar [39]: 11)
Mukhlashan, kadangkala kata ini dipadukan dengan kata mukhalashin. Seperti dalam firman Allah, “Sesungguhnya dia adalah orang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi.” (QS. Maryam [19]: 51)
Setiap kata ikhlas dalam al-Qur`an pasti mengandung salah satu makna di atas.
Hakikat ikhlas -seperti yang akan kami bahas nanti- adalah berlepas diri dari segala sesuatu selain Allah Swt. Apabila kata ikhlas dihubungkan dengan kaum muslimin, maka mengandung makna bahwa mereka berlepas diri dari klaim Yahudi tentang tasybih (penyerupaan Uzair dengan Allah) dan klaim Nasrani tentang tatliist (trinitas).
Agar kami bisa memperjelas makna ikhlas seperti yang terdapat dalam al-Qur`an, maka kami akan memaparkan beberapa ayat al-Qur`an yang menyinggung kata ikhlas.
Pertama: Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Tuhanku menyuruhku menjalankan keadilan.’ Dan (katakanlah), ‘Luruskanlah wajah kalian di setiap shalat dan sembahlah dengan mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kami pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali kepada-Nya).’” (QS. Al-A’râf [7]: 29)
Kata “al-Qisth” dalam ayat di atas berarti konsisten dan bijaksana. Makna ayat tersebut adalah, Allah memerintahkan kalian untuk beribadah hanya kepada-Nya di setiap waktu dan tempat. “Mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya.” Maksudnya, hendaknya kalian mengkihlaskan ketaatan kalian untuk mengharapkan keridhaan Allah.
Ibadah kepada Allah tidak dianggap benar kecuali sesuai dengan apa yang datang dari sisi Allah melalui sabda Nabi-Nya Rasulullah Saw., dan harus bersih dari segala bentuk penyekutuan.
Kedua: Allah Swt. berfirman, “Dan mereka yakin bahwa mereka telah (terkepung) bahaya, maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), ‘Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.’” (QS. Yûnus [10]: 22)
Maksudnya tidak menyekutukan Allah dengan apapun. Karena saat itu mereka tidak berdoa kepada selain Allah seraya berkata, “Jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur,” yang tidak menyekutukan-Mu dengan siapa pun.
Ketiga:Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (al-Qur`an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 1-2)
Yakni Kami bersihkan agama ini dari syirik dan riya dengan tauhid dan mensucikan rahasia. Ajaklah manusia untuk melakukan hal itu dan beritahukanlah kepada mereka, bahwa ibadah tidak layak dipersembahkan kecuali kepada Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu Allah berfirman, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih,” yakni, Allah tidak menerima amal seseorang kecuali jika amal itu dipersembahkan hanya kepada-Nya. Tiada sekutu bagi-Nya.
Qatadah berkata, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih.” Yakni kalimat syahadat, tiada Tuhan selain Allah.
Keempat:Allah Swt. berfirman, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Ghâfir [40]: 14)
Maksudnya, murnikanlah ibadah dan doa kepada Allah Swt. serta jauhilah perilaku dan aliran orang-orang musyrik.
Kelima:Allah Swt. berfirman, “Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Ghâfir [40]: 56)
Maksudnya, Dialah Dzat Yang Mahahidup selama-lamanya. Dialah Yang pertama dan Yang terakhir, Yang zahir dan Yang batin. “Tiada Tuhan selain Allah,” maksudnya tiada yang sanggup menandingi dan menyukutukan Allah. “Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya,” maksudnya mengesakan Allah seraya berikrar bahwa tiada Tuhan selain Allah. “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Ada sekelompok kaum intelektual menyuruh orang yang berkata, “Tiada Tuhan selain Allah,” untuk mengiringinya dengan ucapan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” Sebagai manifestasi pengimplimentasian ayat di atas.
Keenam: Allah Swt. berfirman, “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah). Agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang (dalam kekafiran). Kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya itu).” (QS. Al-‘Ankabût [29]: 65-66)
Menurut mufassirin (para ahli tafsir), yang dimaksud dengan ayat “Mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya,” adalah mereka tampak seperti orang yang memurnikan agama karena Allah semata, dia itu termasuk bagian dari orang-orang mukmin yang aktivitasnya hanya mengingat Allah, dan dia tidak pernah memohon kepada selain Allah. “Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat,” dan Allah menempatkan mereka di daratan, dengan seketika mereka beriman kepada Allah setelah mereka dihantui rasa takut yang amat sangat. “Tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” Yakni kembali melakukan kesyirikan. “Agar mereka mengingkari nikmat yang Kami berikan dan agar mereka (hidup) bersenang-senang dalam (kekafiran),” Yakni kembali kepada kekufuran dan mengingkari nikmat berupa keselamatan, yang semata-mata hanya untuk mendapatkan kesenangan dan kelezatan. Berbeda dengan keadaan orang-orang mukmin yang mensyukuri nikmat Allah, ketika diberikan keselamatan maka mereka jadikan nikmat itu sebagai pemacu untuk meningkatkan ketaatannya.
Ketujuh: Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Apakah kalian memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian; bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.'” (QS. Al-Baqarah [2]: 139)
Maksudnya, apakah kalian akan mendebat kami tentang Allah dan tentang terpilihnya Nabi dari Arab yang bukan dari golongan kalian, seraya kalian berkata, “Jika Allah menurunkan (wahyu) kepada seseorang, niscaya Dia juga menurunkan wahyu kepada kami.” Dia melihat bahwa kalian lebih berhak menyandang kenabian daripada kami. “Padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian.” Kita sama-sama hamba-Nya, Dia adalah Tuhan kita. Dia mencurahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. “Bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian.” Maksudnya, amal itu merupakan asas daripada perintah. Jika kalian memiliki amalan, kami juga demikian. “Dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.” Yakni kami hanya mengesakan dan beriman kepada Allah, sedang kalian menyekutukan-Nya. Orang-orang yang ikhlas lebih patut mendapat kemuliaan dan lebih berhak mendapat cap kenabian daripada yang lainnya.
Kedelapan: Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (di tempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itulah adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (QS. An-Nisâ` [4]: 146-147)
Maksudnya, orang-orang munafik akan mendapatkan balasan atas kekafiran mereka yang busuk pada hari kiamat kelak. Mereka akan di tempatkan di bagian bawah Neraka Jahannam. Tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkan mereka, dan tidak ada yang sanggup mengeluarkan mereka dari azab yang pedih. Namun demikian, barangsiapa yang bertaubat ketika berada di dunia, niscaya Allah akan menerima taubat dan penyesalannya, selama taubat yang dia lakukan benar-benar ikhlas dan dia memperbaiki amalnya. “Berpegang teguh kepada Allah dalam semua urusannya.” Yakni, mereka mengubah sikap riya menjadi sikap ikhlas sehingga dicatat sebagai amal shaleh, meskipun hanya sedikit.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Mu’az bin Jabal r.a., dia berkata, “Bahwa Rasulullah pernah bersabda, ‘Hendaknya kamu tulus ikhlas dalam mengerjakan agamamu. Itu sudah cukup bagimu meskipun hanya sedikit.'”
Ada juga lafadz ikhlas dalam al-Qur`an yang tidak menggunakan kata ikhlas, akan tetapi mempunyai makna ikhlas. Yang demikian itu banyak terdapat dalam al-Qur`an. Di antaranya yang tercantum di berbagai surat berikut ini:
Surat Al-An’aam [6]: 163
Surat Al-Israa` [17]: 111
Surat Al-Furqaan [25]: 2
Surat An-Nisaa` [4]: 125
Surat Al-Kahfi [18]: 125
Dan surat-surat yang lainnya dalam al-Qur`an.
Semua ayat-ayat dalam al-Qur`an yang menyinggung kata ikhlas, maka itulah yang akan dijadikan acuan oleh kita dalam menjelaskan pengertian ikhlas serta menjabarkannya sedetail mungkin. Ayat-ayat tersebut yang akan memberikan pemahaman yang tepat, seperti yang diinginkan oleh Islam terhadap lafadz dan musytaq kalimat ikhlas, sebagaimana yang telah saya paparkan di atas.
Sumber: Ruknul Ikhlas: Fii Majaalaati al-‘Amaal al-Islaami, karya Dr. Ali Abdul Halim Mahmud. Diterjemahkan oleh Hidayatullah dan Imam (Kuwais).
Kata ikhlas -dalam tinjauan etimonologi- banyak sekali terdapat dalam al-Qur`an, di antaranya:
Khaalish, yaitu bersih dan tidak dicampuri noda apapun. Seperti dalam firman Allah, “Ingatlah, hanya kepunyaaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 3)
Khalashuu, yaitu memproteksi diri. Seperti dalam firman Allah, “Maka tatkala mereka berputus asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik.” (QS. Yûsuf [12]: 80)
Khaalishah, yaitu khusus untukmu, sebagaimana dalam firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.” (QS. Shâd [38]: 46)
Mukhlishan, yaitu orang yang ikhlas memperjuangkan agamanya hanya untuk Allah semata, dan tidak ada cela sedikit pun. Kadangkala kata mukhlishan dipadukan dengan kata mukhlishin. Seperti dalam firman Allah, “Katakanlah, ‘Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.’” (QS. Az-Zumar [39]: 14);
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.’” (QS. Az-Zumar [39]: 11)
Mukhlashan, kadangkala kata ini dipadukan dengan kata mukhalashin. Seperti dalam firman Allah, “Sesungguhnya dia adalah orang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi.” (QS. Maryam [19]: 51)
Setiap kata ikhlas dalam al-Qur`an pasti mengandung salah satu makna di atas.
Hakikat ikhlas -seperti yang akan kami bahas nanti- adalah berlepas diri dari segala sesuatu selain Allah Swt. Apabila kata ikhlas dihubungkan dengan kaum muslimin, maka mengandung makna bahwa mereka berlepas diri dari klaim Yahudi tentang tasybih (penyerupaan Uzair dengan Allah) dan klaim Nasrani tentang tatliist (trinitas).
Agar kami bisa memperjelas makna ikhlas seperti yang terdapat dalam al-Qur`an, maka kami akan memaparkan beberapa ayat al-Qur`an yang menyinggung kata ikhlas.
Pertama: Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Tuhanku menyuruhku menjalankan keadilan.’ Dan (katakanlah), ‘Luruskanlah wajah kalian di setiap shalat dan sembahlah dengan mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kami pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali kepada-Nya).’” (QS. Al-A’râf [7]: 29)
Kata “al-Qisth” dalam ayat di atas berarti konsisten dan bijaksana. Makna ayat tersebut adalah, Allah memerintahkan kalian untuk beribadah hanya kepada-Nya di setiap waktu dan tempat. “Mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya.” Maksudnya, hendaknya kalian mengkihlaskan ketaatan kalian untuk mengharapkan keridhaan Allah.
Ibadah kepada Allah tidak dianggap benar kecuali sesuai dengan apa yang datang dari sisi Allah melalui sabda Nabi-Nya Rasulullah Saw., dan harus bersih dari segala bentuk penyekutuan.
Kedua: Allah Swt. berfirman, “Dan mereka yakin bahwa mereka telah (terkepung) bahaya, maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), ‘Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.’” (QS. Yûnus [10]: 22)
Maksudnya tidak menyekutukan Allah dengan apapun. Karena saat itu mereka tidak berdoa kepada selain Allah seraya berkata, “Jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur,” yang tidak menyekutukan-Mu dengan siapa pun.
Ketiga:Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (al-Qur`an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 1-2)
Yakni Kami bersihkan agama ini dari syirik dan riya dengan tauhid dan mensucikan rahasia. Ajaklah manusia untuk melakukan hal itu dan beritahukanlah kepada mereka, bahwa ibadah tidak layak dipersembahkan kecuali kepada Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu Allah berfirman, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih,” yakni, Allah tidak menerima amal seseorang kecuali jika amal itu dipersembahkan hanya kepada-Nya. Tiada sekutu bagi-Nya.
Qatadah berkata, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih.” Yakni kalimat syahadat, tiada Tuhan selain Allah.
Keempat:Allah Swt. berfirman, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Ghâfir [40]: 14)
Maksudnya, murnikanlah ibadah dan doa kepada Allah Swt. serta jauhilah perilaku dan aliran orang-orang musyrik.
Kelima:Allah Swt. berfirman, “Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Ghâfir [40]: 56)
Maksudnya, Dialah Dzat Yang Mahahidup selama-lamanya. Dialah Yang pertama dan Yang terakhir, Yang zahir dan Yang batin. “Tiada Tuhan selain Allah,” maksudnya tiada yang sanggup menandingi dan menyukutukan Allah. “Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya,” maksudnya mengesakan Allah seraya berikrar bahwa tiada Tuhan selain Allah. “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Ada sekelompok kaum intelektual menyuruh orang yang berkata, “Tiada Tuhan selain Allah,” untuk mengiringinya dengan ucapan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” Sebagai manifestasi pengimplimentasian ayat di atas.
Keenam: Allah Swt. berfirman, “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah). Agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang (dalam kekafiran). Kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya itu).” (QS. Al-‘Ankabût [29]: 65-66)
Menurut mufassirin (para ahli tafsir), yang dimaksud dengan ayat “Mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya,” adalah mereka tampak seperti orang yang memurnikan agama karena Allah semata, dia itu termasuk bagian dari orang-orang mukmin yang aktivitasnya hanya mengingat Allah, dan dia tidak pernah memohon kepada selain Allah. “Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat,” dan Allah menempatkan mereka di daratan, dengan seketika mereka beriman kepada Allah setelah mereka dihantui rasa takut yang amat sangat. “Tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” Yakni kembali melakukan kesyirikan. “Agar mereka mengingkari nikmat yang Kami berikan dan agar mereka (hidup) bersenang-senang dalam (kekafiran),” Yakni kembali kepada kekufuran dan mengingkari nikmat berupa keselamatan, yang semata-mata hanya untuk mendapatkan kesenangan dan kelezatan. Berbeda dengan keadaan orang-orang mukmin yang mensyukuri nikmat Allah, ketika diberikan keselamatan maka mereka jadikan nikmat itu sebagai pemacu untuk meningkatkan ketaatannya.
Ketujuh: Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Apakah kalian memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian; bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.'” (QS. Al-Baqarah [2]: 139)
Maksudnya, apakah kalian akan mendebat kami tentang Allah dan tentang terpilihnya Nabi dari Arab yang bukan dari golongan kalian, seraya kalian berkata, “Jika Allah menurunkan (wahyu) kepada seseorang, niscaya Dia juga menurunkan wahyu kepada kami.” Dia melihat bahwa kalian lebih berhak menyandang kenabian daripada kami. “Padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian.” Kita sama-sama hamba-Nya, Dia adalah Tuhan kita. Dia mencurahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. “Bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian.” Maksudnya, amal itu merupakan asas daripada perintah. Jika kalian memiliki amalan, kami juga demikian. “Dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.” Yakni kami hanya mengesakan dan beriman kepada Allah, sedang kalian menyekutukan-Nya. Orang-orang yang ikhlas lebih patut mendapat kemuliaan dan lebih berhak mendapat cap kenabian daripada yang lainnya.
Kedelapan: Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (di tempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itulah adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (QS. An-Nisâ` [4]: 146-147)
Maksudnya, orang-orang munafik akan mendapatkan balasan atas kekafiran mereka yang busuk pada hari kiamat kelak. Mereka akan di tempatkan di bagian bawah Neraka Jahannam. Tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkan mereka, dan tidak ada yang sanggup mengeluarkan mereka dari azab yang pedih. Namun demikian, barangsiapa yang bertaubat ketika berada di dunia, niscaya Allah akan menerima taubat dan penyesalannya, selama taubat yang dia lakukan benar-benar ikhlas dan dia memperbaiki amalnya. “Berpegang teguh kepada Allah dalam semua urusannya.” Yakni, mereka mengubah sikap riya menjadi sikap ikhlas sehingga dicatat sebagai amal shaleh, meskipun hanya sedikit.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Mu’az bin Jabal r.a., dia berkata, “Bahwa Rasulullah pernah bersabda, ‘Hendaknya kamu tulus ikhlas dalam mengerjakan agamamu. Itu sudah cukup bagimu meskipun hanya sedikit.'”
Ada juga lafadz ikhlas dalam al-Qur`an yang tidak menggunakan kata ikhlas, akan tetapi mempunyai makna ikhlas. Yang demikian itu banyak terdapat dalam al-Qur`an. Di antaranya yang tercantum di berbagai surat berikut ini:
Surat Al-An’aam [6]: 163
Surat Al-Israa` [17]: 111
Surat Al-Furqaan [25]: 2
Surat An-Nisaa` [4]: 125
Surat Al-Kahfi [18]: 125
Dan surat-surat yang lainnya dalam al-Qur`an.
Semua ayat-ayat dalam al-Qur`an yang menyinggung kata ikhlas, maka itulah yang akan dijadikan acuan oleh kita dalam menjelaskan pengertian ikhlas serta menjabarkannya sedetail mungkin. Ayat-ayat tersebut yang akan memberikan pemahaman yang tepat, seperti yang diinginkan oleh Islam terhadap lafadz dan musytaq kalimat ikhlas, sebagaimana yang telah saya paparkan di atas.
Sumber: Ruknul Ikhlas: Fii Majaalaati al-‘Amaal al-Islaami, karya Dr. Ali Abdul Halim Mahmud. Diterjemahkan oleh Hidayatullah dan Imam (Kuwais).
Pentingnya Ikhlas dan sabar
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah yang menciptakan kematian dan
kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah di antara kalian orang yang
terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk : 2).
al-Fudhail
bin ‘Iyadh rahimahullah menafsirkan makna ‘yang terbaik amalnya’ yaitu ‘yang
paling ikhlas dan paling benar’. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar,
maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka
juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu
apabila di atas sunnah/tuntunan (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Auliya’
[8/95] sebagaimana dinukil dalam Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul
al-A’mal, hal. 50. Lihat pula Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)
Pada suatu
saat sampai berita kepada Abu Bakar tentang pujian orang-orang terhadap
dirinya. Maka beliau pun berdoa kepada Allah, ”Ya Allah. Engkau lah yang lebih
mengetahui diriku daripada aku sendiri. Dan aku lebih mengetahui diriku
daripada mereka. Oleh sebab itu ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada
yang mereka kira. Dan janganlah Kau siksa aku karena akibat ucapan mereka. Dan
ampunilah aku dengan kasih sayang-Mu atas segala sesuatu yang tidak mereka
ketahui.” (Kitab Az Zuhd Nu’aim bin Hamad, dinukil dari Ma’alim fi Thariq
Thalabil ‘Ilmi, hal. 119)
Mutharrif
bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Baiknya hati dengan baiknya amalan,
sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu
Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19).
Ibnu al-Mubarak rahimahullah
mengatakan, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa
banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Sebagaimana dinukil oleh
Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)
Seorang
ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah
berkata, ”Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.”
(Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil
‘Ilmi, hal. 19)
Pada suatu
ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan
untuknya, maka beliau berkata, ”Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang
membuatku lupa diri).” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq
Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Begitu pula
ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau,
maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, ”Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang
telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna
baginya.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil
‘Ilmi, hal. 22)
Ad Daruquthni
rahimahullah mengatakan, ”Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata
karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk
ikhlas dalam belajar karena Allah.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil
dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)
Asy Syathibi
rahimahullah mengatakan, ”Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati
orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.”
(Al I’tisham, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)
Di dalam
biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan,
”Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” (Siyar
A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Seorang ulama
mengatakan, ”Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat
dirinya sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak
mengerti hakikat dirinya” (Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Ma’alim fi
Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 118)
Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan, ”Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan
adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah
buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah
yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang,
pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul
Ma’aad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang
manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ‘sebatang pohon’ di
dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya
adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di
akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak
terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun
seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di
dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah
gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat
nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah
menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim.” (Al Fawa’id, hal. 158).
Syaikh Prof.
Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Ikhlas dalam beramal karena
Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia
merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah
ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal
merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah.”
(Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 49)
baca juga :
baca juga :
- Perbedaan sedekah infaq dan zakat
- Cara menjadi orang baik menurut islam
- Luruskan Niat dan Gapailah Pahala yang Berlipat Ganda